Bahasa
adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol-simbol yang
dihasilkan oleh alat wicara manusia (Keraf, 1973:1). Bahasa menurut
Kridalaksana (dalam Chaer, 1994:32) “Bahasa
adalah sistem lambing yang arbiter yang digunakan oleh para anggota kelompok
social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”.
Sedangkan definisi lain bahasa menurut Sugihastuti (2008:8) adalah alat
komunikasi yang efektif antar manusia dalam berbagai macam situasi. Bahasa
dapat digunakan dalam penyampaian gagasan ide dari pembicara ke pendengar atau
penulis ke pembaca.
Bahasa
merupakan alat perantara dalam proses interaksi manusia dengan manusia lain.
Meskipun bahasa tidak pernah lepas dari manusia, namun belum ada angka pasti
berapa jumlah bahasa di dunia (Crystal, dalam Chaer, 1994:33). Bahasa
berhubungan dengan kebudayaan manusia, dimana kebudayaan manusia muncul setelah
bahasa lahir dan ada pula yang berpendapat bahwa bahasa merupakan pusat dari
sebuah kebudayaan. Bahasa dipandang sebagai produk sosial atau produk budaya,
bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan. Sebagai produk sosial
atau budaya, bahasa adalah wadah aspirasi sosial, perilaku masyarakat, dan wadah
penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat pemakai
bahasa itu (Sumarsono, 2002: 20). Bahasa merupakan warisan masyarakat serta bagian
dari tradisi masyarakat yang penting, dimana bahasa digunakan sebagai media
budaya. Bahasa dan kebudayaan selalu terealisasi secara bersamaan, maksudnya
ketika belajar bahasa asing maka terlebih dahulu mengenal kebudayaannya
sehingga terjadi timbal-balik di dalamnya. Apabila tidak ada jalinan antara
belajar bahasa dan kebudayaan mengakibatkan proses belajar bahasa atau
kebudayaan tidak maksimal.
Salah
satu hasil budaya manusia adalah film yang memberi efek audio-visual dalam menyampaikan gagasan ide kepada penonton. Film
secara harfiah adalah Cinemathographie
merupakan gabungan antara kata Cinema
+ Tho/Phytos (cahaya) dan Graphie/Grhap (tulisan, gambar, citra),
jadi pengertian dari film adalah melukiskan gerak dengan cahaya. (Ayonana. http://ayonana.tumblair.com/post/definisi-film,
diakses pada 04/052011)
Film,
sinema, movie atau gambar bergerak (dalam bahasa Inggris Motion Picture) adalah serangkaian gambar-gambar yang diproyeksikan
pada sebuah layar agar tercita ilusi (tipuan) gerak yang hidup. (Masbadar. http://masbadar.com/2008/03/14/definisi-film-sinema-gambar-bergerah-motion-picture,
diakses 04/05/2011). Film, sinema, movie atau gambar bergerak menjadi salah
satu hiburan yang popular di dunia dan membuat manusia melarutkan diri dalam
dunia imajinasinya untuk waktu tertentu. Meski demikian, film juga mengajarkan
manusia tentang berbagai hal seperti sejarah, ilmu pengetahuan, tingkah laku
manusia dan berbagai macam hal lainnya.
Seperti
yang sudah disebutkan di atas, bahwa film mengajarkan manusia tentang banyak
hal, temasuk belajar bahasa asing. Film membatu seseorang dalam pelafalan dan
memberi kosakata-kosakata baru selain belajar dari buku atau kursus. Biasanya,
film yang disukai oleh masyarakat Indonesia adalah film yang
menggunakan bahasa Inggris, dimana bahasa tersebut mejadi bahasa Internasional
di dunia. Namun, film Indonesia
juga tidak kalah bersaing dengan film-film manca dalam penggunaan bahasa. Salah
satunya adalah film Punk in Love
dirilis pada tanggal 9 Juli 2009 dengan sutradara Ody C. Harahap. Film ini
dibintangi oleh Vino G. Bastian, Andhika Pratama, Yogi Finanda, Aulia Sarah,
Catherine Wilson, Girinda Kara, dan Davina Veronica.
Film
Punk in Love menawarkan sebuah kisah
cinta sederhana yang membawa pada sebuah petualangan besar. Sebuah road movie yang sarat dengan pemadangan
menawan sepanjang pulau Jawa, penuh amanat, dan bumbu persahabatan, serta
unsure komedi konyol yang kocak dan dijamin mampu membuat terpingkal-pingkal.
Banyak kejutan tak terduga terjadi sepanjang durasi film serta alur cerita yang
berjalan cepat, sehingga membuat perhatian penonton akan terfokus sepanjang
film. Dan juga, akting para pemeran sangat baik, terutama Vino yang aktingnya
total dalam film ini. (Anonim. http://wikipedia.org/wiki/Punk_In_Love,
diakses 15/04/2011)
Selain
itu bahasa yang digunakan dalam film Punk in Love adalah bahasa Jawa yang
digunakan sehari-hari, mulai dari penggunaan bahasa Jawa kasar,
umpatan-umpatan, dan bahasa slang ditampilkan di dalamnya. Dialog-dialog yang
digunakan dalam flim Punk in Love
termasuk dalam bahasa campur kode (code-mixing),
yaitu menyelipkan bahasa lain ketika pemakaian bahasa tertentu. Nababan
(1989:32) menegaskan bahwa suatu keadaan berbahasa lain bilamana orang mencampurkan
dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam situasi berbahasa menuntut
pencampuran bahasa itu, maka disebut dengan campur kode. Dengan demikian,
situasi dan kebiasaan yang dimiliki oleh penutur menentukan akan terjadi campur
kode dalam bahasa atau tidak. Oleh karena itu, masyarakat pengguna bahasa sangat
beragam sehingga bahasa yang dipergunakan juga beragam. Keragaman bahasa tersebut
menghasilkan apa yang disebut dengan variasi bahasa. Sebenarnya dalam variasi
bahasa terdapat dua pandangan yang berbeda. Pertama, variasi dilihat sebagai
akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa.
Pemilihan
bahasa berpengaruh dalam menentukan pencitraan serta penyampaian gagasan ide
kepada pembaca atau penonton. Apabila penutur menggunakan bahasa yang tidak
dimengerti oleh lawan tutur maka akan terjadi kesalahpahaman antar keduanya.
Seperti film Punk in Love bahasa yang
digunakan adalah bahasa Jawa kasar atau orang Jawa sebut dengan Jawa Ngoko dan di lain pihak merupakan
bahasa yang unik (bagi mereka yang tidak bisa bahasa Jawa). Apabila dibiarkan
tanpa adanya pengawasan dapat mengakibatkan dampak negatif bagi generasi muda.
Terutama anak-anak dan kalangan pelajar yang menerima stimulus lebih cepat daripada
orang dewasa. Karena otak manusia 50% menangkap dan mengingat apa yang didengar
dan dilihatnya. Ditambah lagi dengan adanya Website
yang menyediakan film-film untuk dapat diunduh dengan gratis. Tidak menutup
kemungkinan bahasa-bahasa yang digunakan dalam film tersebut akan mempengaruhi
pribadi dan berbahasa anak.
Namun,
di balik semua itu film Punk in Love
menyindir habis beberapa aturan main kemasyarakatan negeri ini. bagaimana
ketika tokoh Mojo sekarat karena luka di kakinya (infeksi dan terserang
Titanus), pihak rumah sakit tidak mau menerima mereka. Dan seperti kenyataan
dalam film tersebut, dengan mudah dapat jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika seseorang tidak mampu secara materi, jangan harap mendapatkan pelayanan
kesehatan yang layak. Kesehatan di negeri ini sangat mahal. Seperti yang
diungkapkan Eko Prasetyo dalam bukunya Orang
Miskin Dilarang Sakit.
Pada
akhirnya, penonton yang menilai sendiri film Punk in Love memberi dampak negatif atau positif bagi dirinya. Hal
tersebut tergantung pada kemampuan dan pengalaman penonton dalam memberi
pemaknaan pada film tersebut. Secara kasesastraan film Punk in Love memiliki nilai lebih karena dari segi yang cerita
bagus, amanat yang disampaikan film ini sangat membangun, dan juga apa
sebenarnya Punkers, mulai dari slogan
Punk “anti kemapanan”. Dalam film itu
diartikan, bahwa yang dinamakan dengan “anti
kemapanan” adalah aturan hidup di dalam masyarakat, tidak bergantung pada
orang lain, bebas dalam mengatur diri sendiri dengan cara sendiri. Mengingat
konsep Presiden Soerkarno, BERDIKARI
(berdiri di atas kaki sendiri), tidak bergantung dengan negara-negara lain,
dalam upaya pembangunan negara. Namun, dari segi penggunaan bahasa sangat
disayangkan karena penggunaan campur kode, bahasa Slang, dan umpatan setiap
dialognya memberi dampak negatif bagi penonton. Karena bagi penonton yang tidak
bisa berbahasa Jawa merupakan hal baru yang perlu untuk dipelajari. Sedangkan,
bagi penonton yang bisa berbahasa Jawa tidak mempersalahkan hal tersebut karena
sudah terbiasa bahkan sering digunakan dalam percakapan sehari-hari (namun
melihat dengan siapa dan dimana bahasa itu digunakan).
Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan karena penggunaan bahasa dalam
dialog-dialog film Punk in Love
apakah memberi pengaruh buruk bagi penikmat film atau tidak Karena bahasa yang
digunakan dalam film tersebut adalah bahasa Jawa kasar dan jorok, meskipun di
Jombang bahasa seperti itu sudah biasa didengar. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yuwanah (2010:69) tentang Multilingualisme dalam film Lost In Love Karya Rahmania Arunita sebuah Tinjauan Sosiolinguistik. Analisinya
terhadap film tersebut berdasarkan variasi bahasa berkenaan dengan pemakaiannya
dalam bidang penggunaan, gaya/keformalan, dan sarana penggunaan. Pada film Lost In Love tinggkat formalitas
dialognya pada gaya/ragam santai, akrab, usaha (konsultatif). Selain itu,
penelitian mengenai response-reader
tehadap penggunaan bahasa belum dilakukan di STKIP PGRI Jombang.
Dalam
penelitian ini peneliti lebih fokus pada pengaruh dialog-dialog yang digunakan
dalam film Punk in Love terhadap
berbahasa penonton. Karena bahasa yang digunakan dalam dialog-dialognya penuh
dengan kata-kata kasar, jorok dan umpatan-umpatan yang biasa didengar oleh
peneliti sebelumnya. Apakah bahasa yang digunakan dalam film tersebut digunakan
dalam berbahasa penonton ketika berkomunikasi dengan orang lain, yang notabenya
film ini bergenre komedi.
0 comments:
Post a Comment