Saturday, November 3, 2012

Pemilihan Bahasa dalam Pemakaiannya


A.     Pilihan Bahasa
Fasold (dalam Chaer, 2004:153) menyatakan dalam memikirkan bahasa hal pertama yang terbayang adalah “bahasa keseluruhan” (whole languages) ketika seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara mengunakan dua bahasa atau lebih dan harus memilih bahasa mana yang harus digunakannya ketika berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya, seseorang yang menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia harus memilih salah satu antara kedua bahasa itu ketika berbicara dengan orang lain dalam peristiwa komunikasi.
Dalam pemilihan bahasa ada tiga jenis pilihan bahasa, yaitu alih kode, campur kode, dan memilih variasi bahasa yang sama. Di Indonesia digunakan tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam komunikasi antarsuku, bahasa pengantar dalam pendidikan, dan surat-menyurat dinas. Bahasa Daerah digunakan dalam upacara pernikahan, percakapan dengan orang tua, dan komunikasi antarpenutur sedaerah. Sedangkan bahasa Asing digunakan untuk komunikasi antarbangsa atau untuk keperluan-keperluan tertentu yang menyangkut intelekutor orang asing (Chaer, 2004:154-155).
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional negara digunakan untuk komunikasi antarsuku dan intrasuku. Penggunaan bahasa Indonesia lebih sering digunakan daripada bahasa Daerah, karena bahasa Indonesia lebih sederhana dan mudah dipelajari. Akan tetapi, sekarang telah mucul bahasa baru yaitu percampuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah. Misalnya, bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia kejawa-jawaan yang biasa digunakan di Jombang. Seperti yang dilaporkan Moeliono dan Koentjaraningrat (dalam Chaer, 2004:160) menyatakan bahwa, kebanyakan orang Indonesia belum memiliki sikap positif terhadap bahasa nasionalnya.
a.      Alih Kode
Alih kode (code-switching) adalah suatu perilaku berbahasa seseorang dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Jadi, seseorang itu merubah bahasa yang digunakan sebelumnya ke dalam bahasa yang lain. Menurut Appel (dalam Chaer, 2004:107) alih kode sebagai, “gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Sebagai contoh, percakapan atara dua orang Sunda yang awalnya menggunakan bahasa Sunda berubah situasi menggunakan bahasa Indonesia ketika datang teman mereka yang berasal dari Batak. Secara sosial perubahan dalam pemakaian bahasa yang dilakukan oleh dua orang Sunda tersebut memang harus dilakukan sebab tidak etis secara sosial untuk tetap menggunakan bahasa Sunda yang tidak dimengerti oleh teman mereka dari Batak. Oleh karena itu, alih kode juga mempunyai fungsi sosial.
Berbeda dengan Appel, Heymes (dalam Chaer, 2004:107) menyatakan bahwa alih kode itu tidak hanya terjadi antar bahasa, melainkan dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Dari pendapat Appel dan Hymes yang dijelaskan diatas bahwa peralihan ragam santai ke arah ragam resmi dikarenakan berubahnya situasi informal beralih situasi ke formal. Penyebab terjadinya alih kode yang telah dikemukan oleh Fisman (dalam Chaer, 2004:108) bahwa”siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa”. Sedangkan Soewito membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Dalam alih kode intern terjadi alih variasi antar bahasa itu sendiri, sedangkan dalam alih kode ekstern adalah alih bahasa dari bahasa Ibu ke bahasa Kedua.
b.      Campur Kode
Canpur kode (code-mixing) adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu bahasa melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain. Jadi dapat dikatakan pencampuran yang tejadi lebih dari satu bahasa dalam proses berkomunikasi. Campur kode sama dengan interferensi yaitu penggunaan bahasa ibu yang masuk dalam penggunaan bahasa kedua. Campur kode dan alih kode sukar dibedakan karena digunakanya dua atau lebih bahasa dalam masyarakat tutur. Menurut Thelander (dalam Chaer, 2004:115) bahwa perbedaan keduanya, yaitu ketika peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa bahasa ke klausa bahasa lain disebut dengan alih kode. Tetapi dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa ataupun frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa atau frase campuran (hybrid clause, hybrid phrase) dan tidak mendukung fungsi masing-masing, maka disebut dengan campur kode.
Berbeda dengan Thelander, Fasold menawarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dan alih kodeyaitu, menggunakan satu kata atau frase dari sebuah bahasa, maka telah melakukan campur kode. Namun, jika satu klausa disusun menurut struktur gramatika bahasa lain, maka dikatakan alih kode. Tawaran Thelande dan Fasold merupakan jalan terbaik dalam membedakan campur kode dan alih kode. Menurut Haryono dalam membedakan campur kode dengan alih kode dalam peristiwa tutur memang tidak mudah, sebab peralihan atau pindahan bahasa yang terjadi tidak ada penyebabnya, kecuali dengan kemampuan partisipan terhadap ragam formal bahasa Indonesia yang masih rendah.

B.     Bahasa Slang dan Umpatan
Bahasa Slang ialah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam bahasa Slang selalu berubah-ubah. Slang lebih merupakan gramatika, bersifat temporal dan lebih umum digunakan oleh kaula muda. Bahasa Slang merupakan wujud atau realisasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia, bersifat khusus berarti digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas (Soeparno, 2002:173)
Bahasa Slang berubah-ubah atau bersifat temporal (Abdul Chaer, 2004: 87-88) itu menyebabkan Slang biasanya tidak bertahan lama. Hal ini sesuai dengan sifatnya sebagai bahasa rahasia, yang hanya diketahui oleh kelompok sendiri. Begitu juga dengan orang lain atau kelompok lain mengetahui kosakata yang digunakan, maka sifat kerahasiaan itu sudah memudar. Seiring memudarnya kerahasiaan, maka orang menghadapi dua pilihan, yakni kembali kepada bahasa pergaulan biasa, atau menciptakan kosakata dengan rahasia yang baru.
Bahasa Slang yang ada merupakan hasil kreativitas dari kelompok anak muda dalam masyarakat tertentu. Sebagai bahasa lisan, Slang tidak banyak diingat, meskipun dalam pemakainya sendiri. Bahasa Slang juga tidak meninggalkan dokumen tertulis karena digunakan sebagai bahasa pergaulan untuk menunjukkan keakraban dan kesamaan “identitas” dalam kelompok, bukan untuk mengatakan maksud yang resmi. Salah satu bahasa Slang yang sering digunakan oleh remaja selain bahasa Gaul juga Umpatan.
Umpatan dalam KBBI adalah mengeluarkan umpat, memburuk-burukkan orang, mengeluarkan kata-kata keji (kotor). Umpatan sering digunakan oleh remaja jika sedang marah, menggoda lawan jenis, senang, dsb. Dalam bahasa Jawa umpatan-umpatan yang ada lebih variatif, karena dalam bahasa Jawa memiliki tingkat bahasa, yaitu Ngoko, Madya, Inggil. Bahasa Jawa Ngoko merupakan bahasa Jawa yang kasar, seperti omah, gawa, adus, dsb. Bahasa Jawa Madya yaitu bahasa Jawa yang setengah halus (dulu digunakan anak kepada orang tua), seperti griya, bekta, adus, dsb. Sedangkan, bahasa Jawa Inggil adalah bahasa yang paling halus dari tingkat bahasa Jawa, seperti dalem, ngasta, siram, dsb. Dalam pemakaian umpatan dalam bahasa Jawa, kata-kata yang digunakan berasal dari nama-nama hewan, nama kotoran, aktivitas seksual, dan alat kelamin (HK. http://musicissilence.blogspot.com/2008/02/mari-mengumpat.html. diakses 310511).

0 comments:

Post a Comment

 

Amine Voice © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates