A.
Pilihan
Bahasa
Fasold
(dalam Chaer, 2004:153) menyatakan dalam memikirkan bahasa hal pertama yang
terbayang adalah “bahasa keseluruhan” (whole
languages) ketika seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual
berbicara mengunakan dua bahasa atau lebih dan harus memilih bahasa mana yang
harus digunakannya ketika berkomunikasi dengan orang lain. Misalnya, seseorang
yang menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia harus memilih salah satu antara
kedua bahasa itu ketika berbicara dengan orang lain dalam peristiwa komunikasi.
Dalam
pemilihan bahasa ada tiga jenis pilihan bahasa, yaitu alih kode, campur kode,
dan memilih variasi bahasa yang sama. Di Indonesia digunakan tiga bahasa, yaitu
bahasa Indonesia,
bahasa Daerah, dan bahasa Asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam komunikasi
antarsuku, bahasa pengantar dalam pendidikan, dan surat-menyurat dinas. Bahasa
Daerah digunakan dalam upacara pernikahan, percakapan dengan orang tua, dan
komunikasi antarpenutur sedaerah. Sedangkan bahasa Asing digunakan untuk komunikasi
antarbangsa atau untuk keperluan-keperluan tertentu yang menyangkut intelekutor
orang asing (Chaer, 2004:154-155).
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional negara digunakan untuk komunikasi antarsuku
dan intrasuku. Penggunaan bahasa Indonesia lebih sering digunakan
daripada bahasa Daerah, karena bahasa Indonesia lebih sederhana dan mudah
dipelajari. Akan tetapi, sekarang telah mucul bahasa baru yaitu percampuran
antara bahasa Indonesia dengan bahasa Daerah. Misalnya, bahasa Indonesia dengan
bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia kejawa-jawaan yang biasa digunakan di
Jombang. Seperti yang dilaporkan Moeliono dan Koentjaraningrat (dalam Chaer,
2004:160) menyatakan bahwa, kebanyakan orang Indonesia belum memiliki sikap
positif terhadap bahasa nasionalnya.
a.
Alih
Kode
Alih
kode (code-switching) adalah suatu
perilaku berbahasa seseorang dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Jadi,
seseorang itu merubah bahasa yang digunakan sebelumnya ke dalam bahasa yang
lain. Menurut Appel (dalam Chaer, 2004:107) alih kode sebagai, “gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Sebagai contoh,
percakapan atara dua orang Sunda yang awalnya menggunakan bahasa Sunda berubah
situasi menggunakan bahasa Indonesia ketika datang teman mereka yang berasal
dari Batak. Secara sosial perubahan dalam pemakaian bahasa yang dilakukan oleh
dua orang Sunda tersebut memang harus dilakukan sebab tidak etis secara sosial
untuk tetap menggunakan bahasa Sunda yang tidak dimengerti oleh teman mereka
dari Batak. Oleh karena itu, alih kode juga mempunyai fungsi sosial.
Berbeda
dengan Appel, Heymes (dalam Chaer, 2004:107) menyatakan bahwa alih kode itu
tidak hanya terjadi antar bahasa, melainkan dapat juga terjadi antar
ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Dari pendapat Appel
dan Hymes yang dijelaskan diatas bahwa peralihan ragam santai ke arah ragam
resmi dikarenakan berubahnya situasi informal beralih situasi ke formal.
Penyebab terjadinya alih kode yang telah dikemukan oleh Fisman (dalam Chaer,
2004:108) bahwa”siapa berbicara, dengan
bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa”. Sedangkan Soewito
membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode
ekstern. Dalam alih kode intern terjadi alih variasi antar bahasa itu sendiri,
sedangkan dalam alih kode ekstern adalah alih bahasa dari bahasa Ibu ke bahasa
Kedua.
b.
Campur
Kode
Canpur
kode (code-mixing) adalah penggunaan unsur-unsur bahasa, dari satu bahasa
melalui ujaran khusus ke dalam bahasa yang lain. Jadi dapat dikatakan
pencampuran yang tejadi lebih dari satu bahasa dalam proses berkomunikasi.
Campur kode sama dengan interferensi
yaitu penggunaan bahasa ibu yang masuk dalam penggunaan bahasa kedua. Campur
kode dan alih kode sukar dibedakan karena digunakanya dua atau lebih bahasa dalam
masyarakat tutur. Menurut Thelander (dalam Chaer, 2004:115) bahwa perbedaan
keduanya, yaitu ketika peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa
bahasa ke klausa bahasa lain disebut dengan alih kode. Tetapi dalam suatu
peristiwa tutur, klausa-klausa ataupun frase-frase yang digunakan terdiri atas
klausa atau frase campuran (hybrid
clause, hybrid phrase) dan tidak mendukung fungsi masing-masing, maka
disebut dengan campur kode.
Berbeda
dengan Thelander, Fasold menawarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur
kode dan alih kodeyaitu, menggunakan satu kata atau frase dari sebuah bahasa,
maka telah melakukan campur kode. Namun, jika satu klausa disusun menurut
struktur gramatika bahasa lain, maka dikatakan alih kode. Tawaran Thelande dan
Fasold merupakan jalan terbaik dalam membedakan campur kode dan alih kode.
Menurut Haryono dalam membedakan campur kode dengan alih kode dalam peristiwa
tutur memang tidak mudah, sebab peralihan atau pindahan bahasa yang terjadi
tidak ada penyebabnya, kecuali dengan kemampuan partisipan terhadap ragam
formal bahasa Indonesia yang masih rendah.
B.
Bahasa
Slang dan Umpatan
Bahasa
Slang ialah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi
ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh
diketahui kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang
digunakan dalam bahasa Slang selalu berubah-ubah. Slang lebih merupakan
gramatika, bersifat temporal dan lebih umum digunakan oleh kaula muda. Bahasa
Slang merupakan wujud atau realisasi bahasa yang bersifat khusus dan rahasia,
bersifat khusus berarti digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas
(Soeparno, 2002:173)
Bahasa
Slang berubah-ubah atau bersifat temporal (Abdul Chaer, 2004: 87-88) itu
menyebabkan Slang biasanya tidak bertahan lama. Hal ini sesuai dengan sifatnya
sebagai bahasa rahasia, yang hanya diketahui oleh kelompok sendiri. Begitu juga
dengan orang lain atau kelompok lain mengetahui kosakata yang digunakan, maka
sifat kerahasiaan itu sudah memudar. Seiring memudarnya kerahasiaan, maka orang
menghadapi dua pilihan, yakni kembali kepada bahasa pergaulan biasa, atau
menciptakan kosakata dengan rahasia yang baru.
Bahasa
Slang yang ada merupakan hasil kreativitas dari kelompok anak muda dalam
masyarakat tertentu. Sebagai bahasa lisan, Slang tidak banyak diingat, meskipun
dalam pemakainya sendiri. Bahasa Slang juga tidak meninggalkan dokumen tertulis
karena digunakan sebagai bahasa pergaulan untuk menunjukkan keakraban dan
kesamaan “identitas” dalam kelompok, bukan untuk mengatakan maksud yang resmi.
Salah satu bahasa Slang yang sering digunakan oleh remaja selain bahasa Gaul juga Umpatan.
Umpatan
dalam KBBI adalah mengeluarkan umpat, memburuk-burukkan orang, mengeluarkan
kata-kata keji (kotor). Umpatan sering digunakan oleh remaja jika sedang marah,
menggoda lawan jenis, senang, dsb. Dalam bahasa Jawa umpatan-umpatan yang ada
lebih variatif, karena dalam bahasa Jawa memiliki tingkat bahasa, yaitu Ngoko,
Madya, Inggil. Bahasa Jawa Ngoko merupakan bahasa Jawa yang kasar, seperti omah, gawa, adus, dsb. Bahasa Jawa Madya yaitu bahasa Jawa yang setengah halus (dulu
digunakan anak kepada orang tua), seperti griya,
bekta, adus, dsb. Sedangkan,
bahasa Jawa Inggil adalah bahasa yang paling halus dari tingkat bahasa Jawa, seperti
dalem, ngasta, siram, dsb. Dalam
pemakaian umpatan dalam bahasa Jawa, kata-kata yang digunakan berasal dari
nama-nama hewan, nama kotoran, aktivitas seksual, dan alat kelamin (HK. http://musicissilence.blogspot.com/2008/02/mari-mengumpat.html.
diakses 310511).
0 comments:
Post a Comment